|
Menu Pilihan
|
|
Selasa, 27 November 2007 |
Minggu kemarin Eyang Putri yang tinggal di kampung datang ke Jakarta menengok cucu.Banyak yang dilihatnya selama tinggal di ibukota. Setiap mendapat pengalaman baru, komentarnya selalu menarik untuk dikaji. Kemarin ia diajak makan siang di food court sebuah mall. Kebetulan yang dipilih menantunya adalah restaurant siap saji waralaba dari Jepang. Seperti yang lazim ia lakukan di restaurant, nenek lantas duduk tenang sambil menanti pelayan menawarkan menu yang akan dipesannya. Sementara menantu belanja. Cukup lama menunggu, tak seorang pelayan pun yang menghampirinya. Restaurant macam apa ini? Setiap orang sibuk sendiri-sendiri. Begitu pikirnya..
Melihat ibu mertuanya masih duduk bengong, si menantu lantas menjelaskan cara mendapatkan makanan. " Bu, kita mesti antri dalam barisan itu. Mengambil makan sendiri, lalu bergeser ke makanan-makanan yang tersedia. Ambil apa aja yang ibu suka. Di ujung gang kasir akan menyebutkan berapa yang harus ibu bayar."
Sampai di rumah, kami menunggu komentar nenek atas pengalamannya hari itu. " Wah, di kota besar ini semuanya serba sendiri. Kamu bisa mengambil apa aja yang kamu inginkan , asal bersedia membayar. Persis seperti kehidupan ini. Kita bisa menginginkan kesuksesan, kebahagiaan atau apa saja. Tapi kita tidak akan memperolehnya kalau kita hanya duduk dan diam menunggu. Kita harus berdiri dan mencari sendiri."
Begitulah nenek. Kejadian sekecil apapun, di matanya bisa menjadi perkara besar. Dia benar. Seperti yang dikatakan oleh dokter yang juga wartawan dan penyair Amerika abad ke-19, Josiah Gilbert Holland, "... Tuhan memberi makanan kepada setiap burung, tetapi tidak dengan melemparkannya ke sarang mereka masing-masing."Label: Cermin |
posted by Gusna @ Selasa, November 27, 2007 |
|
|
|
|
Posting Komentar